Rabu, 01 Januari 2014

Alkisah pada suatu masa disaat Ibnu Batutah masih sering berkelana berkeliling dunia demi mencari belahan jiwanya, ia selalu membawa gendang dan gitar kesayangannya. Namun sayangnya, sang gitar tidak senang dengan perlakuan Ibnu Batutah yang ia anggap hanya menggenjreng-genjreng tubuhnya. Bahkan ia merasa iri hati pada sang gendang yang dianggapnya diperlakukan lebih elok karena untuk memainkannya hanya perlu diketuk.
                Pada suatu malam, sang gitar yang tak kuasa menahan perasaannya pun melimpahkan kekesalannya pada si gendang. “Wahai gendang, mengapa engkau dan diriku diberlakukan berbeda?” tanya si gitar. “Berbeda apanya?” sang gitar malah balik bertanya. “Ya jelas berbeda, kamu dibuat oleh-Nya begitu nikmat. Sampai-sampai untuk dimainkan, engkau hanya perlu diketuk. Berbeda denganku yang dibuat begitu tersiksa karena perlu digenjreng begitu keras untuk dimankan. Aku merasa dipermainkan oleh-Nya!” “Hei gitar, apa-apaan engkau berbicara seperti itu! Setiap makhluk milik-Nya itu dibuat untuk memberikan manfaat! Kamu tidak boleh menggunjing diri-Nya hanya karena kamu tak mampu bersyukur! Cepatlah engkau bertaubat!” nasihat sang gendang. Gitar menyangkal dan berkata “Bagaimanapun aku muak diberlakukan seperti ini! Aku muak dengan segala ucapanmu dan perlakuan Ibnu Batutah! Aku ingin pergi!”. Mungkin akibat rasa kantuk, si gendang hanya menjawab “Sudahlah terserah kau.. Mari kita tidur”
                Selang beberapa menit setelah tertidur, datanglah sang perampok gurun pasir yang berniat mencuri harta Batutah. Namun ‘Batutah si Miskin’ tidak memiliki harta apapun. Oleh karena itu dibawalah sang gitar yang memang tampilannya paling bagus, gitar pun terbangun dan berkata “Akhirnya aku dapat lepas dari Batutah. Selamat tinggal! Aku akan bahagia dan dipajang di museum, hahaha!”
                Namun mimpi ialah mimpi, gitar itu hanya dijual ke pengamen jalanan dengan harga murah. Harap-harap mendapat perlakuan baik, gitar malah diberlakukan sangat jauh lebih kasar. Bahkan tidak jarang gitar tertempel rokok, sampai-sampai kulitnya rontok! Menyesal-lah sang gitar, Ia hanya dapat berdoa kepada-Nya, Yang Maha Pemurah. Ia berdoa, “Yaa Tuhan. Aku menyesal telah menginginkan pergi. Aku menyesal telah sombong kepada-Mu. Aku menyesal tidak mensyukuri arti hidup. Aku tidak bahagia disini, kembalikanlah aku kepada Batutah..”. Setiap hari gitar berdoa menyesali perbuatannya di masa lampau. Ia ingin mengulang dan membenarkan semua yang terlewat. Namun sayang dikata sayang gitar tak pernah bertemu Batutah sampai akhir hayatnya.
               

                Sahabat, kisah ini mengajarkan kepada kita kesombongan tidaklah berguna untuk apa-apa. Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’an, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka azab-Ku sangatlah berat” [QS. Ibrahim(14): 7]”. Ayat tersebut memerintahkan umat manusia untuk senantiasa mensyukuri apa yang ada tanpa harus mengingkari segala yang telah diberikan. Nafas, bahkan jasad kita tak dapat sempurna tanpa ada kuasa-Nya. Sesungguhnya bagi saya, bersyukur dapat membukakan jalan kesuksesan. Niatkanlah semua untuk, Ibadah.

1 komentar :

Designed By Blogger Templates | Templatelib & Distributed By Blogspot Templates